Tuesday, May 05, 2009

Status – Anak vs Hamba


Tiap malam saya suka baca Alkitab sama anak2, satu malam satu bagian cerita. Kami mulai dari Kejadian dan sekarang sudah sampai cerita raja Daud. Saya merasa kagum sekali mendengar cerita orang2 di jaman Perjanjian Lama, sungguh kontras sekali. Sekaya apapun mereka, mereka tetap menempatkan diri mereka sebagai hamba, bukan cuma dalam perkataan, tapi juga dalam sikap dan perbuatan. Abraham, bukan hanya taat dan rendah diri di hadapan Tuhan (Kej 12), tapi dia hormat juga kepada orang yang tidak dia kenal (Kej 18:2). Daud (2Sam 7:18-29) dan Salomo (1Raja2 3:1-15), raja pilihan Tuhan menyatakan diri mereka sebagai hamba Tuhan dalam doa2 mereka kepada Tuhan.

Waktu kecil, saya hidup dengan keadaan pas2an. Orang tua merantau kerja ke luar negeri, saya diasuh oleh nenek saya. Terkadang saya bingung dengan status saya, orang tua masih ada tapi hidup seperti anak yatim piatu. Dibilang miskin, orang tua tinggal di luar negeri dan saya bisa belajar di sekolah yang baik, nge-les ini-itu; tapi dibilang kaya juga kalau kiriman telat kadang2 makan cuma seadanya. Saya suka bertanya dalam hati, sebenarnya siapa sih saya ini.

Saya ingat, pertama kali tinggal dengan keluarga saya (mama, papa dan adik2), saya pergi dengan hati penuh harapan sebagai seorang anak, berharap akan disayang, dibelikan mainan, baju yang bagus2 dll. Tapi karena dari kecil sudah jauh dari mereka, tidak ada ikatan apa2 dalam hubungan kami. Hancur sudah harapan dan hati ini, dan saya pun kehilangan status diri.

Tau kan lagu “Hati sebagai Hamba”, waktu saya denger lagu ini, saya berpikir Tuhan memberi kita status ‘anak tapi juga yang berhati seorang hamba’. Padahal anak dan hamba sangat bertolak belakang. Anak biasanya berpikir bahwa semua orang berhutang sama dia, banyak berharap, jadi kalau dapat sesuatu ya memang sudah seharusnya. Tapi kalau hamba justru berpikir bahwa dia berhutang sama majikannya, jadi turut aja dengan perintah majikannya, ada ya syukur, tidak ada ya sudah. Terus gimana dong?

Setiap kali saya sedih dengan keberadaan saya, ada satu perkataan nenek saya yang selalu teringat,’Jadi orang mesti Tau Diri’. Jadi saya berkata kepada diri saya sendiri, ’udah deh jangan minta atau harap macam2, jalanin aja hidup ini toh masih ada Tuhan.’ Setelah itu, saya tidak lagi banyak berharap, seperti kata pepatah,’orang yang semakin banyak berharap, makin banyak kecewa.’ Lagi juga sebagai orang Kristen kita tidak boleh suka berharap mendapatkan sesuatu, tapi kita kan anak2 Tuhan (Yang baik dan kaya), kita yang memberi. Walaupun saya hidup pas2an, tapi Tuhan memperkaya hati saya dengan kasihNya. Saya belajar melayani keluarga saya dan Tuhan yang memenuhi hidup saya dengan sukacita. Ternyata bukan orang yang memiliki adalah orang yang kaya, tapi orang kaya adalah orang yang bisa memberi.

Tuhan memberi saya hidup dan status yang baru yaitu sebagai anak Tuhan, sebuah hadiah terbesar dan terindah yang saya dapatkan. Diberikan bukan karena saya berhak tapi karena Dia memilih saya dan sayang sama saya. Puji Tuhan. Dia mau saya memiliki hati sebagai hamba bukan supaya saya boleh dipandang rendah tapi supaya saya sanggup menghadapi segala sesuatu yang saya alami di perjalanan hidup ini, dan bersandar hanya kepadaNya. Bukan cuma untuk saya, tapi juga untuk kita semua yang mengaku percaya kepadaNya. Di Matius 23: 11-12, Tuhan Yesus berkata,” Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Dia sendiri sudah menjadi teladan buat kita sepanjang hidupNya, sampai mati di kayu salib. Sebagai Anak, Dia tunduk kepada kehendak BapaNya yang di Surga. Jadi karena saya percaya, saya mau ikut teladanNya dan tunduk kepada Bapa Sorgawi, bagaimana dengan anda?


You are who you are for a reason.
You’re part of an intricate plan.
You’re a precious and perfect unique design,
Called God’s special woman or man.

You look like you look for a reason.
Our God made no mistake.
He knit you together within the womb,
You’re just what He wanted to make.

The parents you had were the ones He chose,
And no matter how you may feel,
They were custom-designed with God’s plan in mind,
And they bear the Master’s seal.

No, that trauma you faced was not easy.
And God wept that it hurt you so;
But it was allowed to shape your heart
So that into His likeness you’d grow.

You are who you are for a reason,
You’ve been formed by the Master’s rod.
You are who you are, beloved,
Because there is a God!


By Russell Kelfer
dikutip dari The Purpose Driven

No comments: