Tuesday, May 05, 2009

Anak Saya Jadi Lucu atau “Sexy”?


Saya pernah mendengar perkataan, “ Kenapa ya sekarang orang pakai baju makin mini/pendek, kayak kurang bahan gitu.” Saya ingat nenek saya malah cerita, jaman beliau masih muda, yang cewek2 malah pakai baju lelaki, takut sama orang Jepang (zaman penjajahan dulu). Karena saya diasuh beliau ya, cara berpakaian saya agak convensional, demikian juga yang saya terapkan pada anak perempuan saya.

Terkadang lihat baju anak2 yang sexy2, lucu juga ya kalau dipakaikan ke anak perempuan, sampai satu kali saya membaca sebuah artikel berjudul, ‘are we turning our kids into prostitots?’ dari majalah Women’s weekly edisi May 2008.

Dr. Daniel Fung (Senior Consultant Psychiatric and Chief of the Institute of Mental Health’s Department of Child and Adolescent Psychiatry) di majalah itu memberi komentarnya, “Banyak orang tua berpikir anak mereka kelihatan lucu, tetapi menurut saya mereka tidak bermaksud memperlihatkan anak mereka sebagai objek sexual. Dengan membelikan pakaian2 yang menjadikan anak2 memiliki perasaan sexy, perlu para orang tua ketahui bahwa mereka membiasakan anak mereka dengan gaya fashion yang akan terus mereka ikuti dalam masa pertumbuhan mereka. Anak itu akan terus berpakaian demikian; kurang percaya diri, dan berpikir bahwa ‘terlihat cantik’ adalah elemen yang penting untuk dicintai.”

Artikel itu diawali dengan kasus2 penyanyi cilik luar negeri yang hamil dibawah umur. Dimana sebagai anak celebriti, biasanya pakaian2 mereka yang ber-‘merk’(yang kebanyakan dipengaruhi oleh pakaian orang dewasa), diberikan oleh sponsor. Baju dengan bagian punggung yang terbuka, rok yang mini sekali (yang mana banyak wanita dewasa ingin bisa memakainya, kalau saja bisa muat ☺).

Ada juga orang tua yang berpikir, ’kenapa tidak membiarkan anak2 itu menikmatinya (mumpung masih bisa) dan meng-ekspresikan diri mereka sendiri dengan model2 pakaian yang ada?’ Dr. Fung juga menulis,” Oleh karena itu solusinya adalah tentang keseimbangan. Saya sarankan supaya orang tua mendorong anak mereka untuk memakai berbagai macam model pakaian yang praktikal, yang mereka suka, ber-‘merk’ dan tidak ber-‘merk’, berwarna-warni, polos, dsb – supaya mereka boleh belajar bahwa mereka adalah individual dan bahwa mereka special dan dicintai walau bagaimanapun cara mereka berpakaian.”

Ada juga komen dari kepala sekolah Creative Twinkle child development centre, Christina Lim, berkata, “Cara berpakaian merupakan peluang yang baik untuk mengajarkan kepada anak2 tentang batasan dan pergaulan di lingkungan masyarakat dan juga tentunya memberikan contoh langsung kepada anak2 kita. Orang tua menentukan batasan ketika mereka mengajarkan anak2 mereka untuk berpakaian yang pantas dalam suasana yang pantas. Misalnya, memakai bikini di pantai itu normal, tapi tidak pantas kalau dipakai ke tempat ibadah atau supermarket. Orang tua adalah ‘role models’, kalau orang tuanya berpakaian dan bertingkah-laku yang pantas, anak2nya tidak akan banyak bermasalah dalam menyeimbangi dengan baik (tentang cara berpakaian dan bertingkah laku) dalam pertumbuhan mereka.”

Karena orang tua adalah ‘role model’ yang utama, adalah baik kalau kita yang menurunkan nilai2 yang baik kepada anak2 kita, jadi mereka tidak terlalu terpengaruh dengan jaman juga dalam pergaulan mereka. Toh kita tidak bisa melindungi mereka selamanya.
Kita bisa juga menggunakan ‘perasaan ketidak-nyamanan’ anak terhadap pakaian minim untuk mendidik mereka. Misalnya saja waktu saya membawa anak saya yang perempuan jalan2 di daerah Orchard Road, kalau dia melihat ada yang memakai baju ‘sexy’, dia akan bilang,”idih…”. Saya coba memakai kesempatan itu untuk menanamkan nilai, bahwa pakaian yang kita pakai adalah untuk memberi kenyamanan buat diri sendiri, bukannya untuk dilihat orang.

Wah ternyata, cara berpakaian yang benar juga termasuk salah satu hal yang penting dalam mendidik anak. Jadi hati-hatilah ketika shopping beli pakaian…

No comments: