Ya, benar, dari
kecil saya paling sebel lihat tangan saya. Kalau ditanya bagian tubuh mana yang
(kalo bisa diganti) mau saya ganti, jawabannya ‘TANGAN’. Kenapa dengan tangan
saya? Oh, jari tangan saya normal
dan lengkap kok. Tapi… jari2 tangan saya besar2 dan kasar2 seperti tangan
cowok. Saya ingat, sekali waktu
Papi saya pernah bilang (dengan nada senang dan bangga), “eh, jari tangan kamu
sama loh dengan jari tangan Papi.”
Dalam hati, saya mengumpat dan sedih banget, “ saya kan anak cewek, kok
punya tangan cowok dibilang bagus sih, saya malu banget loh…” Saya suka iri lihat tangan temen-temen
perempuan saya yang punya jari lentik2 dan halus2. Kadang malah ada temen cowok yang tangannya lebih cantik dari
tangan saya. Dari kenal Tuhan saya terus bertanya, kenapa Tuhan kasih saya
tangan yang jelek kayak gini sih? Udah kehabisan ide kah? Tuhan lupakah kalo
saya ini cewek? Ini
jawaban Tuhan:
Dimulai ketika
saya SD kelas 4, dengan bekal keyboard kecil dan buku bekas kursus organ dari sepupu,
saya mulai terjun dalam dunia musik. Simple, saya cuma tau main lagu di kunci
dasar C. Terus terang, waktu itu saya ga tau kalo main musik bisa di semua
kunci. Saya pikir asal bisa main lancar (di C) berarti saya bisa main keyboard.
Pertama kali saya
beranikan diri mengakui kalo saya bisa main keyboard yaitu di salah satu
persekutuan oikumene jemaat berbahasa Indonesia di Hong Kong. Karena jemaatnya
sedikit, jadi ga banyak yang bisa main musik, cuma 1-2 orang saja. Saya
menawarkan diri untuk bantu mengiringi, cuma sekali dua kali saja. Disitulah
saya mulai mengenal yang namanya ‘Transpose’. Setelah tamat SMA di Sekolah
Indonesia Hong Kong, saya melanjutkan kuliah di IPB. Di situ, saya suka mengikuti
persekutuan mahasiswa, situasinya sama, kurang pemusik, lagi… saya coba
menawarkan diri, itupun karena tau mereka memakai keyboard yang bisa
‘Transpose’, jadi berani coba. Tapi, ada satu kakak senior (pianis) di sana,
yang mendorong saya untuk belajar tidak bergantung dengan tombol ‘Transpose’.
Dia melatih dan mengajar saya dengan keras, hingga pada akhirnya mulai bisa
main di kunci dasar lain J. Setelah
itu saya pindah tempat kuliah dan melayani di gereja lain tapi tidak pernah
lagi melayani sebagai pemusik.
Sampai, lewat
beberapa tahun kemudian, saya mulai beribadah di BBPC. Waktu itu ibadah masih
berlangsung di Chapel. Ketemu keadaan yang sama lagi, sedikit yang bisa main
organ. Saya cek, ternyata organnya bisa dimainkan ‘keyboard style’ (ga usah pake
pedal) dan bisa ‘Transpose” J Jadilah, saya menawarkan diri sebagai organis. Walau sempet
berhenti lagi sekitar 7 tahun, karena melahirkan dan mengurus anak2; satu
ketika panggilan untuk melayani itu datang lagi, puji Tuhan saya masih melayani
sebagai organis sampai saat ini. DIA terus memberi kemampuan dan pengetahuan; DIA
kirim teman2 seiman, rekan pelayanan, sesama pemusik yang jago2, bukan supaya
saya mundur dalam pelayanan (minder) tapi supaya saya berlatih dengan lebih
giat dan bisa melayaniNya dengan lebih baik. Setiap kali kilas balik mengingat perjalanan musik saya,
kalo bukan karena Tuhan yang ‘mau’ dan memberi berkat, tidak mungkin semua itu
bisa terjadi.
Balik lagi ke
pergumulan semula, walau sekarang tangan saya masih jelek, hal penting yang
saya pelajari adalah, waktu melayani Tuhan yang penting ‘hati’, bukan fisik. Kenapa
Tuhan ga pilih tangan yang cantik dan lentik untuk memainkan pujian untukNya?
Saya ga tau. Tapi, kalau Tuhan mau pakai tangan yang jelek ini untuk memainkan
pujian untuk DIA, saya cuma bisa taat. Dan kalo kita taat, Tuhan ga pelit loh
dalam memberi berkat. Dari yang cuma bisa pake tangan kalo main musik, sekarang
bisa pake kaki juga J. Satu
penghiburan buat diri saya sendiri: walaupun dunia ikut menertawakan tangan
saya yang jelek ini, Tuhan malah memberikan kemampuan hingga dari tangan yang
jelek ini bisa menghasilkan sesuatu yang baik dan berkenan kepadaNya. Speechless…
DIA mau milih yang jelek juga untuk melayani DIA, asal kita mau dipakaiNya.
Filipi 1:20
berbunyi: “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam
segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun
sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku,
maupun oleh matiku.
Terima kasih Tuhan
buat kesempatan pelayanan yg Kau berikan. Biarlah kasihMu terus menambahkan
hikmat kepada anak2Mu supaya boleh bertumbuh bijak dalam pelayanan. Kau tau
hati setiap dari kami; biarlah bukan saja dengan kemampuan yg kami punya
(sebenernya dariMu juga); tapi dengan segala kesadaran kalau kami bisa
melayani; Kau sudah berkenan; apapun ‘result’nya; Kau sudah mengetahuinya. Terima
kasih untuk kebesaranMu yg mau menerima segala kekurangan kami. Amin.
Lord; I would serve You day by day;
Doing Your will; let come what may;
Keep my heart faithful; strong; and true;
Always to trust and honor You. - Hess
No comments:
Post a Comment